Langsung ke konten utama

Kami Takut Ata

*Fiksi

"Guk guk guk! Rrrrrrr! "
Seekor anjing hitam menyalak keras, berusaha mencakar jendela kawat di rumah Titi dan Titan. Dua kelinci kecil itu cemas dan bersembunyi di dalam biliknya. Mereka memejamkan mata dan menutupi telinganya rapat-rapat. Tapi  suara anjing itu menjadi-jadi. 
"Kemana orang-orang Titan? Kenapa tidak ada yang menolong kita?" Tanya Titi mulai menangis. 
"Ssst.. Jangan bersuara. Dia tidak akan bisa menyentuh kita" Bisik Titan. Suaranya gemetar tak kalah cemas. 
"Hus hus. Sana! Jangan ganggu." Terdengar suara Ata dari kejauhan. Ata melempar tulang sangat jauh. Hingga anjing itu pun tak terlihat lagi. 
Prang! Dukkh! Suara pintu rumah kelinci dihempas. Diikuti hentakan baskom penuh rumput di lantai. Tampaknya Ata sedang kesal. 
"Aku lagi aku lagi! Sekarang harusnya Zaza yang bertugas! Dia enak enakan istirahat!"
Ata mejulurkan kakinya dan bersandar di dinding. Ia terus saja mengomel. 
(sumber pict: Bobo.id) 

Titi dan Titan saling berpandangan tidak nyaman. Baru saja anjing jahat itu pergi, sekarang Ata yang memarahi mereka. Titi dan Titan merasa sedih. Tidak biasanya Ata begitu. Biasanya Ata suka mengajak mereka bermain dan bercanda. Main kejar kejaran di halaman, main petak umpet di balik pohon kelapa, atau sekedar berbaring di lantai rumah meraka yang mungil. 

Titi melangkah keluar dari bilik, menjilati kaki ata dan mengigitnya sedikit. Ata berteriak marah. Ia menghentakkan kakinya ke lantai dan berlari keluar. 

"Zaza! Zaza! Zazaaaaa!"
Ata tidak sengaja menabrak ayah di pintu rumah. Tangan ayah sibuk menggulung kembali jaring yang terjatuh. 
"Hati hati Ataa" Kata ayah agak kesal. 
"Maaf Yah, aku tidak sengaja" Ata ikut membantu ayah. Wajahnya masih ditekuk"
"Kenapa? Hmm? " Tanya ayah
"Zaza tidak mau kerja.. " 
"Kamu marah?"
"Sedikit" Jawab Ata nyaris tak terdengar. Ia takut ayah akan berbalik marah. 
"Ta, adikmu demam." Kata ayah berlalu. Bergegas menuju tepian. Paman Dani sudah berdiri di tepi danau menunggu ayah. Mungkin pagi ini mereka akan mencari ikan bilis bersama. 

Hati Ata terketuk. Ia sama sekali tidak tahu Zaza demam. Memang tadi setelah shalat subuh Zaza masuk lagi dalam selimut. Itu yang membuat ia kesal. 
Ata urung masuk ke rumah. Ia kembali ke rumah Titi dan Titan. 
Pintu rumah mereka terbuka! 

Guk guk guk
Anjing hitam itu lagi. Ata gusar. Benar saja, Titi dan Titan sudah tidak ada. Apa mungkin mereka ketakutan karena anjing itu? Ata berhasil mengusir anjing itu pergi. 

"Titiiiiii! Titaaaan!" Seru Ata panik. Teringat kembali kejadian tadi. Tiba-tiba ata terkesiap. 
Jangan-jangan Titi dan Titan pergi karena kemarahan Ata sendiri!?

"Ata.. Ibu menemukan Titi dan Titan sembunyi di balik pohon kelapa kita." Ibu datang dari halaman samping sambil menggendong kedua kelinci itu."
"Titi Titan!" Seru Ata. Ia mengelus bulu halus dan putih Titan. Mengambil Titi dari tangan ibu. Titi dan Titan menyembunyikan kepala mereka ke dalam lengan ibu. Mereka menolak Ata. 
Ibu duduk memangku Titi dan Titan. Kedua kelinci kecil itu asyik bermain. 
"Sepertinya mereka takut sama Ata" Ucap ibu. Tangan ibu tak henti mengusap telinga panjang yang berbulu halus itu. 
"Kok ibu tahu?" Heran Ata.
"Kan mereka cerita ke Ibu." Ibu tergelak. 
"Mana bisa, aah ibuu"
"Iyaa.. Tadi ibu lihat mereka lari dari rumahnya waktu kamu nabrak ayah" Akhirnya ibu mengaku. 
"Ooh" Sambut Ata lega. Kini Titi dan Titan sudah berpindah ke pangkuannya. 
"Mereka ini makhluk Allah. Sama seperti kita. Mereka bisa merasakan apa yang kita rasakan. Kamu bahagia, sedih, marah. Mereka sangat mengerti, Ta." Ibu manatap Ata. "Telinga mereka tercipta panjang dan sangat sensitif, mereka tidak suka mendengar hal hal yang buruk. 
" Iya.. Tadi Ata tidak sengaja. Maaf ya Titi.. Titan.." Ucap Ata penuh sesal. 

"Ata tidak suka kan, mendengar orang lain bicara kasar?" Ata mengangguk cepat. "Maka mulai dari diri sendiri, Ta. Jaga selalu perkataan kamu, selalu bicara yang baik atau diam. Seperti yang Nabi kita ajarkan" Ibu menupuk pundak Ata. 
Titi dan Titan berlari dari pangkuan Ata. Seolah ingin mengajaknya bermain kejaran. 
Angin pagi bertiup sejuk dan sendu. Hari ini tampak lembab. Ata bersama dua kelincinya bermain hingga lelah. 

Solok, 11 Februari 2022



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aim Senang Bersedekah

*Fiksi Hari ini ibu demam. Tubuhnya panas tapi menggigil kedinginan. Di luar mulai terang. Titi dan Titan menggaruk-garuk dinding rumahnya. Begitu cara mereka memanggil tuannya.  "Ata.. " Panggil ibu lemas.  "Ya Bu!" Sahut Ata setengah berteriak. Tangannya masih sibuk mengaduk kasar nasi goreng di atas api kompor. Ata memang belum mahir memasak. Tapi untuk keadaan darurat masakannya tetap ditunggu adik-adik.  Ata mematikan api kompor dan berlari ke kamar ibu.  "Ta, itu Titi sama Titan mungkin sudah lapar." "Ya Bu, biar Ata minta bantu Maira dan Aim. Nasi gorengnya belum selesai." Setelah melihat anggukan ibu, Ata segera memanggil Maira dan Aim.  "Ata, tunggu sebentar." Ucap ibu, ia berusaha bangun dan mengambil sesuatu dari bawah bantal. "Nanti setelah memasak, tolong antar amplop ini ke Pak Firdaus di mushala." Ata mengangguk mengerti. Setiap hari Jum'at memang ibu biasa menitipkan banyak amplop untuk anak yatim ke Pak Fi...

Suatu Malam Bersama Cu Wit

Beliau adalah tantenya suami saya. Adik perempuan mendiang ayah mertua yang paling kecil. Makanya ada embel-embel Uncu di depan nama beliau. Awal kami menikah, saya pernah jumpa Cu Wit beberapa kali. Interaksi kami hanya sekedarnya. Karena saya masih canggung menjadi menantu baru. Keluarga suami saya sangat banyak. Membuat saya sering bingung dan sulit mengingat nama nama dan wajah semua keluarga. Tapi ada satu hal yang khas di tengah kesulitan itu. Wajah mereka mirip-mirip, yang lelaki tampan-tampan dan yang perempuan cantik-cantik. Umumnya kehidupan mereka juga mapan dan berkecukupan. Saya gadis kampung yang pemalu, hanya bisa tersenyum saat berjumpa mereka. Tidak ada banyak kata yang bisa terucap. Sebab saya juga bingung, topik apa yang enak untuk dibahas. Suatu saat Fathan, anak pertama kami sakit. Waktu itu dia masih bayi, usia 11 bulan. Fathan demam tinggi, batuk dan sesak nafas. Semula kami bawa Fathan ke M. Natsir dan rawat inap di sana selama 3 hari. Tapi belum ada angsur...

Duhai Tuan

Duhai Tuan yang Budiman  Barangkali anda bisa lupa dengan saya Atau sekedar pura pura  Tapi saya tidak akan pernah lupa  Akan Tata Krama dan perilaku anda Duhai Tuan,  Saya lebih Sudi berpulang kepada-Nya Dari pada menyingkap tabir saya  Atas anda Bukan karena saya benci Maaf telah saya beri Tetapi bekas perihnya tak akan pergi  Solok, 3 September 2024 Catatan Ternyata masih ada dokter yang rasis saat ini. Ketika pasien terlihat wajah dia sangat ramah. Ketika pasien  tertutup wajahnya dia kembali ke setelan pabrik. Sangat pelit ilmu dan arogan. Padahal orangnya sama (pasien). Tapi diskriminasi tetap berlaku. Kesembuhan datangnya dari Allah. Bukan dari manusia. Tak satu jalan ke Roma. Tak satu pula orang pintar di negeri ini. Terimakasih untuk pelajaran berharga ini. Alhamdulillah saya berhasil melampauinya❤️🖋️