Langsung ke konten utama

Dia yang Tengah Berjuang



Dia, si sulung kami. Namanya Fat-han. Dari kecil sudah banyak melalui rintangan dan ujian hidup. 

Sewaktu masih dalam kandungan ibunya Fat-han sudah mulai didera gelisah. Sebab ibu terlalu banyak mendengar kisah-kisah horor saat melahirkan dari teman-temannya. Tentang pecah ketuban di tengah jalan, tentang darah merembes saat jalan pagi, tentang robekan robekan di jalan lahir dan sebagainya. Kisah-kisah semacam itu mestinya hanya masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri. 
Karena setiap perempuan punya keunikan tubuh yang berbeda beda. Pasti akan mampu melahirkan. Sesuai kodratnya sebagai wanita. 


Fat-han terlahir dengan tubuh yang mulai membiru. Sebab proses melahirkan ibu dengan jalan normal yang cukup panjang. 16 jam. Hingga akhirnya Fat-han terlahir dengan jalan caesar. Alhamdulillah Fat-han selamat. 
Sempat dirawat satu hari di dalam inkubator karena ada gangguan pernafasan. 

Fat-han terlahir dengan tubuh yang besar, rambut lebat dan kulit yang gelap. Ujian berikutnya datang. Ibu mengira bahwa Fat-han bukan putranya. Sempat menolak Fat-han, akhirnya ibu menerima dan mendekap Fat-han. Fat-han dibawa pulang ke rumah keluarga di puncak bukit. 

Silih berganti kerabat, teman, tetangga dan yang lainnya datang membesuk ibu dan Fat-han. 
"Beda ya!"
"Hitam ya!"
"Kok item? "
"Jelek ya!"
"Bla bla bla"

Sedih? Tidak. 
Fat-han tidak menggubris, ia tetap tersenyum saat terbangun, atau tenggelam bersama mimpi indahnya. 
Hanya ibu disampingnya yang tersenyum kecut, mengurut dada. 
Begitulah bullyan yang terus diterima Fat-han tanpa paham bagaimana maksudnya. 

Hingga suatu saat, ada lagi kerabat yang berkunjung. Melihat Fat-han yang bermain dengan adiknya. Saat itu Fat-han masih batita. 
"Kamu kok beda sama adekmu?" Ucapnya. Mungkin hanya bercanda. 
Sigap ibu menjawab, "Iyalah. Kan ibunya juga hitam"
Itu pembelaan pertama yang ibu lontarkan. Sejak saat itu ibu selalu bergegas menampik bullyan orang-orang. Hingga akhirnya tidak ada lagi yang mau membully Fat-han. 

Fat-han tumbuh besar bersama seorang adik yang terlahir saat ia masih belum disapih. Hanya berjarak 17 bulan membuat Fat-han harus berbagi Asi dengan adiknya hingga usia 22 bulan. Saat ibu tidak kuat lagi mengASIhi dua bayi sekaligus. Ibu minta maaf, namun Fat-han belum mampu memahaminya. Ia hanya mengerti bahwa ia kehilangan pelukan ibu. 

Seperti ibu di desa kebanyakan ibu Fat-han lebih fokus ke pekerjaan rumahnya. Sumur, dapur, kasur. Mengutamakan pelayanan untuk ayah. Ia menomorduakan pengasuhan untuk Fat-han. Hingga di usia 2,5 th dokter anak menyampaikan bahwa Fat-han speech delay, kemungkinan juga autis atau hyperaktif. 

Dunia ibu serasa runtuh. Dihinggapi rasa sesal yang teramat banyak, Fat-han dan ibu mulai berjuang. Mengikuti beberapa kali terapi di Puskesmas Tanah Garam, konsultasi dengan DSA. Hasilnya.. Alhamdulillah Fat-han tidak autis. Hanya keterampilan motorik halusnya yang kurang berkembang. Hyperaktif nya kemungkinan dipicu juga oleh beberapa sebab. 

Setelah itu, Fat-han, ibu dan adik bayi melakukan terapi sendiri di rumah. Menghabiskan banyak waktu untuk bermain dan membuat permainan baru bersama. Jalan-jalan bertiga, motor-motoran, dan singgah di berbagai tempat. Sesekali saat libur kerja ayah ikut terlibat. Dengan izin Allah di usia 3 tahun, Fat-han mampu mengucapkan kalimat lengkap. Di usia 4 tahun mulai lancar bicara. Meski terkadang posisi kata-kata yang terbalik-balik. Usia 6 tahun Fat-han masuk TK. Menghafal AlQur'an dengan baik dan cepat. Alhamdulillah Fat-han bertemu dengan guru yang luar biasa sabar dan shalehah. Semoga Allah merahmati beliau. 

Usia 7 tahun Fat-han mulai belajar di sekolah dasar. Ujian kembali datang.Fat-han masih belum bersahabat dengan hyperaktifnya. Ia tidak suka duduk lama di dalam ruangan dengan materi-materi yang padat. Barangkali karena rasa jenuhnya Fat-han sering keluar kelas dan terlibat dalam perkelahian dengan teman-temannya. Memang Fat-han masih kurang stabil emosinya, dan gampang bosan. Ia lebih suka ilmu terapan. Sama seperti ibu. Ibu lebih suka ilmu yang bisa dipakai di kehidupan daripada ilmu yang sibuk dengan teori ini dan itu. 
Ujung-ujungnya, Fat-han pindah pindah sekolah. 5 bulan di sekolah A, kemudian pindah 2 bulan di sekolah B. Kemudian pindah ke sekolah C. Setelah lebih kurang 3 tahun di sekolah C akhirnya Fat-han berhenti sekolah. 
Ibu memutuskan Fat-han berhenti sekolah sementara. Belajar di rumah bersama ibu kurang lebih 3 bulan. Fat-han menghafal Al Qur'an, belajar matematika dan menulis. Alhamdulillah atas pertolongan Allah Fat-han berkembang pesat. Menghafal 1/2 juz Al-Qur'an dan jatuh hati pada pelajaran matematika. 

Di bulan ke 4 Allah mudahkan Fat-han belajar di kelas kembali. Memang bukan sekolah formal umumnya. Tapi cukup membuat Fat-han bangkit dan ceria kembali punya teman - teman baru di kelas Paket A. Selain itu, Fat-han belajar bela diri dan memelihara kelinci. 
Setiap harinya diisi kesibukan aktivitas barunya. Seperti anak laki-laki lainnya, ia tetap bermain bersama teman-teman sebaya. Semoga Allah selalu menjaga dan membimbing Fat-han hingga ia tumbuh besar dan bisa mencapai cita-citanya. 

Disaat dadanya penuh dengan semangat, ibu berkata, " Ibu bangga padamu Nak, terimakasih sudah berusaha. "
Dia hanya tersenyum kecil pada ibu. 
"Ibu melihat seorang atlit, juara dunia." Ianjut ibu, "Ia mahir dalam membaca Al Qur'an, hafalannya kuat. Ia paham kitab kitab hadits, akhlaknya terpuji. Kemudian ia diminta menjadi Imam shalat di Masjidil Haram."
Fat-han tertawa mendengar kalimat-kalimat ibu. 
"Kamu mau Nak? "
"Mau! " Katanya tersenyum yakin. 

Disaat rasa malas menderanya, ibu bertanya. 
"Kenapa kamu belajar di kelas paket? "
"Karena tidak ada lagi sekolah yang mau terima aku, " Jawabnya tergugu. 
"Kamu mau nanti saat teman-temanmu masuk sekolah favorit mereka, kamu ditolak lagi?"
"Ndak, " Ucapnya lirih
"Ibu yakin kamu tidak akan ditolak disekolah manapun yang kamu mau, jika punya kelebihan dibanding anak-anak lain. Lanjutkan hafalan Qur'anmu, terus berlatih bela diri, dan tekun belajar di kelas paket, ya" Kata ibu pelan
"Ya" Jawabnya sambil menyeka air mata. 

Fat-han... Terimakasih telah lahir, mengajarkan ibumu banyak hal. Kamu.. Luar biasa! 

Solok, 26  Januari 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aim Senang Bersedekah

*Fiksi Hari ini ibu demam. Tubuhnya panas tapi menggigil kedinginan. Di luar mulai terang. Titi dan Titan menggaruk-garuk dinding rumahnya. Begitu cara mereka memanggil tuannya.  "Ata.. " Panggil ibu lemas.  "Ya Bu!" Sahut Ata setengah berteriak. Tangannya masih sibuk mengaduk kasar nasi goreng di atas api kompor. Ata memang belum mahir memasak. Tapi untuk keadaan darurat masakannya tetap ditunggu adik-adik.  Ata mematikan api kompor dan berlari ke kamar ibu.  "Ta, itu Titi sama Titan mungkin sudah lapar." "Ya Bu, biar Ata minta bantu Maira dan Aim. Nasi gorengnya belum selesai." Setelah melihat anggukan ibu, Ata segera memanggil Maira dan Aim.  "Ata, tunggu sebentar." Ucap ibu, ia berusaha bangun dan mengambil sesuatu dari bawah bantal. "Nanti setelah memasak, tolong antar amplop ini ke Pak Firdaus di mushala." Ata mengangguk mengerti. Setiap hari Jum'at memang ibu biasa menitipkan banyak amplop untuk anak yatim ke Pak Fi...

Suatu Malam Bersama Cu Wit

Beliau adalah tantenya suami saya. Adik perempuan mendiang ayah mertua yang paling kecil. Makanya ada embel-embel Uncu di depan nama beliau. Awal kami menikah, saya pernah jumpa Cu Wit beberapa kali. Interaksi kami hanya sekedarnya. Karena saya masih canggung menjadi menantu baru. Keluarga suami saya sangat banyak. Membuat saya sering bingung dan sulit mengingat nama nama dan wajah semua keluarga. Tapi ada satu hal yang khas di tengah kesulitan itu. Wajah mereka mirip-mirip, yang lelaki tampan-tampan dan yang perempuan cantik-cantik. Umumnya kehidupan mereka juga mapan dan berkecukupan. Saya gadis kampung yang pemalu, hanya bisa tersenyum saat berjumpa mereka. Tidak ada banyak kata yang bisa terucap. Sebab saya juga bingung, topik apa yang enak untuk dibahas. Suatu saat Fathan, anak pertama kami sakit. Waktu itu dia masih bayi, usia 11 bulan. Fathan demam tinggi, batuk dan sesak nafas. Semula kami bawa Fathan ke M. Natsir dan rawat inap di sana selama 3 hari. Tapi belum ada angsur...

Resensi Buku 61 Kisah Pengantar Tidur [IMRC 2015]

Meluruskan Persepsi Melalui Kisah Shahih Judul : 61 Kisah Pengantar Tidur diriwayatkan secara kasih shahih dari Rasulullah dan para sahabat Penulis : Muhammad bin Hamid Abdul Wahab Penerjemah : Munawwarah Hannan Penerbit : Darul Haq Tebal : 181 halaman Buku ini hadir sebagai wujud keprihatinan penulis dan penerbitnya dengan merebaknya hikayat dan kisah fiksi yang berbau syirik dan tahayul di tengah masyarakat. Baik dari media cetak maupun media elektronik. Kisah-kisah yang disuguhkan dalam buku ini bersumber dari Rasulullah salallahu’alaihi wassalam dan para sahabatnya. Yang tertuang dalam hadits shahih. Meliputi kisah para nabi, sahabat Rasulullah dan umat-umat terdahulu. Kisah-kisah di dalam buku ini sangat berbobot. Disampaikan dengan bahasa yang menarik. Dengan arti kata, tidak kaku dan tidak membosankan. Penulisnya juga terlihat lihai merangkum hadits yang satu dengan yang lainnya. Sehingga tidak jarang pembaca akan menemukan tokoh-tokoh dalam cerita berbicara d...