Langsung ke konten utama

Semangat Remisi


Resiko punya teman sangat pintar adalah kita hanya bisa komentar begini saat diskusi --- Lebih tepatnya diceramahi.

"Haa?" (Loading)
 "Hoo... (Berusaha menyusun puzzle di otak)
"Haa?" (Loading lagi)
"Hoo...(Otak mulai berat)
"Ya udah, besok sambung lagi. Praktek yang ini dulu." Wkwkwk

Beruntung sekali saya punya sahabat yang pintar dan peduli. Sangat melek kesehatan dan berusaha kuat menjalankan pola hidup sehat. Allahumma barik.

Dari yang awalnya saya sudah pesimis dan pasrah dengan obat obat medis saja. Serasa mendapatkan harapan baru agar segera remisi. Toh remisi dari autoimun bukan hanya jatahnya orang orang kaya.

Teman saya ini mencekoki saya dengan info tentang leaky gout( kebocoran usus halus) dan masalah kekurangan vitamin D. Ini bahasannya sudah sangat panjang dan membuat kepala saya berasap. Ditambah lagi dengan makanan-makanan baik yang harus saya konsumsi dan makanan-makanan kotor yang perlu ditinggalkan. Masyaallah.

Saya disuruh ini itu hanya bisa jawab
"Oke, siap, oke, siap."
Kalau mau sembuh yaa harus berjuang.

Saya paham bahwa pengidap autoimun tidak boleh lepas obat sembarangan. Sehingga saya memilih tetap konsumsi obat medis dan kontrol rutin. Sembari minum herbal dan mengubah pola hidup. Konsumsi obat medis saya jarakkan setidaknya 3 jam dari obat herbal. Jika tidak cukup waktu. Saya fokus ke medis dulu.

Pada intinya.. pinter-pinter  mengatur saja. Memang jadi ribet dan obat-obatan jadi menumpuk. Tapi itu tidaklah seberapa dibandingkan resiko masa depan yg lebih buruk.

Qadarullah saya digabungkan oleh seorang kenalan ke grup sharing Odapus di Sumbar.  Ada rasa sedih dan semakin pesimis di hati saya. Sebab, mereka para Odapus umumnya (tidak semuanya)  sangat pasrah dan tidak punya keberanian untuk mencoba. Mereka dibekukan dengan keyakinan, biar tubuh sakit, asal jiwa tetap sehat. Kurang lebih begitu. Meskipun begitu, mereka tetap berkarya dan produktif.

Ada yang sudah bertahun tahun bersahabat dengan Lupus bahkan ada yang sampai 20 tahun. Saya salut dengan kesabaran mereka. Qadarullah obat-obatan yang dikonsumsi rutin itu juga banyak efek sampingnya. Ada yang sudah berkurang penglihatannya karena efek salah satu obat. Ada yang sudah operasi mata berkali-kali. Ada yang harus disedot cairan lututnya, dan lain lain. Tidak kuat saya membahasnya.

Saya... Berharap ada pencerahan. Tapi sayangnya, dokter yang merawat kami, kebetulan dokternya sama. Tipe sangat cuek. Apa-apa dianggap subyektif. Tidak mau menengok lebih teliti. Maksud saya, bukannya kami minta obat banyak-banyak. Tapi tolonglah terima keluhan kami. Berilah edukasi  tentang apa yang harus kami lakukan agar kami dapat segera remisi. Atau, lakukan pemeriksaan lanjutan jika memang dibutuhkan.

Sayangnya, beliau -- dokter yang saya maksud itu lebih memilih menunggu pasiennya kondisi parah dulu, baru mengambil tindakan lanjutan. Menurut saya ini sangat merugikan pasien.

Ada satu pasien Rhemathoid Athritis, ibu-ibu paruh baya. Sudah berobat bolak balik ke dokter tersebut. Tapi tidak ditanggapi. Dianggap tidak apa-apa saja hingga berbulan-bulan. Qadarullah jari-jari Si Ibu mulai bengkok-bengkok. Baru setelahnya Si Ibu mendapatkan tindakan lanjutan. Miris rasanya.

Saya berharap kedepannya tenaga medis lebih berempati menghadapi pasien. Khususnya Sub Spesialis. Alhamdulillah tidak semua Sub Spesialis yang saya temui seperti beliau. Yang berusia lebih muda jauh lebih ramah.

Insyaallah remisi tahun ini. Aamiin ❤️
Semangaaattt!

Spill insight diceramahi teman sangat pintar saya.

Buku kumpulan resep herbal dr. Zaidul Akbar. Ada 200 resep, termasuk untuk pencernaan dan autoimun. Dari pada capek mencatat resep satu-satu,  lebih baik beli buku ini. Sekaligus penulisnya juga dapat keuntungan.


Nah, yang ini buku dr. Tan. Beliau seorang ahli gizi yang rajin mengedukasi emak-emak muda di Instagram pribadinya. Tulisan-tulisan tajam dan mengena. Terkadang juga terkesan agak garang. Tapi tidak apa-apalah ya ... Banyak manfaat yang beliau bagikan. 

Buku ini ternyata sudah best seller selama 10 tahun di Gramedia.  Menu-menunya oke. Anak-anak saya sudah mendesak saya turun ke dapur untuk eksekusi. Tapi saya belum khatam baca bagian depannya. Tentang apa, bagaimana dan segala hal-hal dasar yang harus kita pahami sebelum menyiapkan hidangan untuk keluarga ^^.


Yang paling Unyil sebelah kanan itu vitamin D tetes. Sudah di lengkapi minyak zaitun juga. Tapi tetap saya tambah dengan minyak zaitun kapsul dan minyak habbat kapsul juga. Biar lebih jreng. 

Alhamdulillah sudah lebih sebulan saya konsumsi rutin tiap hari. Ada perubahan baik yang terasa. Sinusitis saya sudah bersih. Nyeri di seluruh gusi dan tulang-tulang pipi juga hilang. Biidznillaah ❤️

Padahal sebelumnya saya hampir operasi sinusitis. Saya juga sudah bolak balik dokter bedah mulut. Beliau bingung. Apalagi saya. La hawla walaa quwwata illaa billaah.

Alhamdulillah lagi semua obat obatan herbal yang saya konsumsi dihadiahkan oleh sahabat  dan kakak saya.  Sahabat yang saya maksud adalah teman saya yang sangat pintar tadi. Semoga Allah balasi kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Ada satu lagi andalan herbal saya. Memang saya belum disiplin konsumsi. Karena saya kurang suka susu. Tapi tetap saya paksakan. 


Gara-gara merasakan manfaat gomilku original waktu itu. Saya akhirnya pilih yang gold saja. Karena kandungannya lebih padat dari yang original. Alhamdulillah asma saya cepat reda dan lutut berkurang nyerinya.

Di usia saya saat ini--38 tahun, saya sangat sangat ingin sehat. Mendampingi suami, membersamai anak-anak saya. Melihat mereka tumbuh besar dan bahagia. Jika pun harus berpulang, saya tidak ingin menyusahkan siapapun.

Padang, 20 Juni 2024




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aim Senang Bersedekah

*Fiksi Hari ini ibu demam. Tubuhnya panas tapi menggigil kedinginan. Di luar mulai terang. Titi dan Titan menggaruk-garuk dinding rumahnya. Begitu cara mereka memanggil tuannya.  "Ata.. " Panggil ibu lemas.  "Ya Bu!" Sahut Ata setengah berteriak. Tangannya masih sibuk mengaduk kasar nasi goreng di atas api kompor. Ata memang belum mahir memasak. Tapi untuk keadaan darurat masakannya tetap ditunggu adik-adik.  Ata mematikan api kompor dan berlari ke kamar ibu.  "Ta, itu Titi sama Titan mungkin sudah lapar." "Ya Bu, biar Ata minta bantu Maira dan Aim. Nasi gorengnya belum selesai." Setelah melihat anggukan ibu, Ata segera memanggil Maira dan Aim.  "Ata, tunggu sebentar." Ucap ibu, ia berusaha bangun dan mengambil sesuatu dari bawah bantal. "Nanti setelah memasak, tolong antar amplop ini ke Pak Firdaus di mushala." Ata mengangguk mengerti. Setiap hari Jum'at memang ibu biasa menitipkan banyak amplop untuk anak yatim ke Pak Fi...

Suatu Malam Bersama Cu Wit

Beliau adalah tantenya suami saya. Adik perempuan mendiang ayah mertua yang paling kecil. Makanya ada embel-embel Uncu di depan nama beliau. Awal kami menikah, saya pernah jumpa Cu Wit beberapa kali. Interaksi kami hanya sekedarnya. Karena saya masih canggung menjadi menantu baru. Keluarga suami saya sangat banyak. Membuat saya sering bingung dan sulit mengingat nama nama dan wajah semua keluarga. Tapi ada satu hal yang khas di tengah kesulitan itu. Wajah mereka mirip-mirip, yang lelaki tampan-tampan dan yang perempuan cantik-cantik. Umumnya kehidupan mereka juga mapan dan berkecukupan. Saya gadis kampung yang pemalu, hanya bisa tersenyum saat berjumpa mereka. Tidak ada banyak kata yang bisa terucap. Sebab saya juga bingung, topik apa yang enak untuk dibahas. Suatu saat Fathan, anak pertama kami sakit. Waktu itu dia masih bayi, usia 11 bulan. Fathan demam tinggi, batuk dan sesak nafas. Semula kami bawa Fathan ke M. Natsir dan rawat inap di sana selama 3 hari. Tapi belum ada angsur...

Duhai Tuan

Duhai Tuan yang Budiman  Barangkali anda bisa lupa dengan saya Atau sekedar pura pura  Tapi saya tidak akan pernah lupa  Akan Tata Krama dan perilaku anda Duhai Tuan,  Saya lebih Sudi berpulang kepada-Nya Dari pada menyingkap tabir saya  Atas anda Bukan karena saya benci Maaf telah saya beri Tetapi bekas perihnya tak akan pergi  Solok, 3 September 2024 Catatan Ternyata masih ada dokter yang rasis saat ini. Ketika pasien terlihat wajah dia sangat ramah. Ketika pasien  tertutup wajahnya dia kembali ke setelan pabrik. Sangat pelit ilmu dan arogan. Padahal orangnya sama (pasien). Tapi diskriminasi tetap berlaku. Kesembuhan datangnya dari Allah. Bukan dari manusia. Tak satu jalan ke Roma. Tak satu pula orang pintar di negeri ini. Terimakasih untuk pelajaran berharga ini. Alhamdulillah saya berhasil melampauinya❤️🖋️