Bahagiaku Disini

Bakat dan takdir diciptakan Allah berpasangan, sebagaimana Dia menciptakan masalah dan jalan keluarnya, penyakit dan obatnya, langit dan bumi, laki-laki dan perempuan, dan seterusnya. 

Kalimat ini bukanlah retorika belaka. Namun, saya telah membuktikannya sendiri. 

Sekejap... Flash back lagi ke belakang.

Beberapa tahun yang lalu saya kerap merasa sedih dan galau karena tidak bisa bebas mengajar di sekolah seperti masih single. Dari tahun ke tahun berusaha keras agar dapat kembali  ke rutinitas sekolah.  Mulai dari anak satu. Tapi gagal. Anak dua coba lagi. Mengajar lima bulan. Stop lagi. Anak tiga coba lagi. Mengajar setengah semester stop lagi. Subhanallah.  Sungguh sabar para mantan kepala sekolah saya 😁

Kenapa saya sangat gigih berusaha mengajar lagi? Karena saya pikir mengajar akan membuat saya bahagia. Yaa.. Saya tengah mengejar bahagia. Karena kalau dikalkulasikan uang masuk tidak sepadan dengan uang keluar dari pekerjaan saya. Sebab bahagia yang saya kejar. Maka saya tidak memikirkan hal itu. 

Qadarullah saya berhenti mengajar selalu saja karena pertimbangan anak. Misalkan, tidak ada yang mengasuh anak, anak sakit, anak bermasalah, atau saya hamil dan kelelahan. Subhanallah. 

Bahkan pernah saya dan anak-anak beberapa hari makan dengan minyak dan garam, karena ingin bertahan tetap mengajar. Aneh ya? Tapi ini nyata, saya sungguh-sungguh ingin bahagia, dengan jalan mengajar. 

Jalan hidup saya terus saja menjauhkan saya dari sumber bahagia. Seolah tidak ada jalan dan harapan  untuk kembali  ke rutinitas belajar mengajar. Sedih dan berat tidak lagi bisa bertemu dengan anak-anak yang aktif, kreatif dan sholeh. Tidak lagi bisa mendengar suara dan keceriaan mereka. Saya merasa sangat hampa dan tidak berarti. Padahal di sisi saya juga ada anak-anak saya. 

Bertahun-tahun saya terbenam oleh perasaan yang tidak baik.  Banyak merenung dan bertanya. Kenapa begini? Kenapa saya tidak bisa mengejar bahagia saya? Sementara orang lain bisa, kenapa saya tidak bisa? 

Saya mohon terus petunjuk dari Allah Subhanahu wata'ala. Agar diberi taufiq dan hidayah dalam menjalankan tugas saya menjadi seorang istri, ibu dan anak perempuan dari kedua orang tua saya. 

Waktu terus bergulir, hari-hari saya habis untuk urusan domestik rumah tangga dan anak. Sesekali keluar rumah untuk kajian dan silaturahim ke orang tua. 

Suatu ketika saya merasa kelelahan. Saya lepas semua pekerjaan rumah dan beristirahat seharian. Di siang hari menyelinap rasa tidak nyaman di hati saya. Serasa ada sesuatu yang kurang. Saya berjalan keluar kamar dan teringat dari pagi kami hanya makan masakan dari luar. Sama sekali saya belum memasak. Saya menengok isi kulkas. Ada beberapa bahan mentah yang bisa dimasak. Ada jagung manis dan daun bawang juga. Saya tutup pintu kulkas.

"Ah kan mau istirahat, " Bisik hati saya. 

"Coba bikin pergedel jagung. Pasti anak-anak senang, " Bisik hati saya lagi. 

Sesaat ragu mendera. Mau masak atau istirahat? Lalu saya putuskan untuk memasak pergedel. Degghh Tiba-tiba hati saya terasa penuh dan nyaman! 


Dari titik itu saya menyadari bahwa memasak lebih membahagiakan dari mengajar. Masyaallah.. Padahal selama ini saya juga memasak terus. Sudah mulai jualan juga. Tapi tidak menyadarinya. 


Kebahagiaan itu makin sempurna ketika anak-anak berebut makan makanan yang saya masak. Alhamdulillah sekarang saya juga bisa mendapatkan tambahan uang belanja dari memasak. Alhamdulillahiladzi bini'matihi tathimushshoolihaat.. 

Saya yang dulunya hanya akrab dengan buku dan pena selama belasan tahun. Buta sama sekali dengan urusan dapur. Kini menemukan kenyataan bahwa saya mencintai dunia masak memasak, alhamdulillah juga sudah memperoleh penghasilan dari sini. Masyaallah.. Tidak ada yang menyangka. Bahkan diri saya sendiripun tidak. Sebab belajar memasak juga baru kemarin ini. Laa hawla walaa quwwata illaa billaah🌻🌻


Alhamdulillah semua menu-menu baru yang saya coba selalu disukai keluarga. Apalagi anak-anak, suami dan ibu saya. Mereka sangat mensupport apapun yang saya buat. Memberi penilaian yang jujur. Memberikan masukan yang sangat baik. 

Biasanya masakan yang saya jual juga masakan favorit keluarga. Masakan yang kalau saya sedang memasak, orang serumah menunggu dan nyinyir bertanya, "Udah masak? Udah jadi? Udah bisa dimakan?"

Saya tidak sedang mengatakan saya jago masak, tapi yang saya maksudkan.. Saya suka memasak, saya mencintainya, nyaman dan bahagia melakukannya. Merasa hampa dan kehilangan meninggalkannya. 

Kesinilah jalan hidup saya, disinilah bahagia saya. Sesuai dengan bakat yang tidak pernah saya sadari sejak dahulu. Sesuatu yang menurut saya mustahil dan tidak pernah terfikirkan. 

Ini saya. Bagaimana dengan kamu? Kamu yang sedang mencari bahagia  di luar sana. Barangkali sama dengan saya. Bahagianya kamu sudah ada disisimu tanpa kamu sadari. 

#self_healing                              

                              Solok, 12 Desember 2021


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku 61 Kisah Pengantar Tidur [IMRC 2015]

Untukmu... Suamiku

Drama Korea vs Hafalan Qur'an