Langsung ke konten utama

Hujan

Hujan

Aku suka hujan. Wangi tanah yang kering dapat tercium saat hujan turun. Tanah yang kering kembali lembab dan basah. Menumbuhkan bunga bunga yang cantik dan banyak tumbuhan yang bermanfaat untuk manusia.


Hujan... 
Aku menyukai suaramu yang berisik tapi merdu di atas atap. Lihatlah, hatiku kembali tenang mendengar suaramu, menatap setiap butiran yang jatuh di atas dedaunan. 

Hujan... 
Terima kasih atas hadirmu siang ini. Lorong rumah sakit menjadi sepi karena hadirmu. Manusia menghindarimu. Sedangkan aku mencarimu. Apakah aku bukan manusia? Ah, tidaklah begitu.

Hujan...
Terima kasih. 
Aku telah puas menangis dan meraung, bersembunyi di dalam derasmu.


Yaa Rabb ... Kapankah semua ini akan pergi?

Apakah semua sakit akan pergi jika aku tidak memikirkannya?

Apakah menjadi bahagia akan menghapus semua keluhan yang aku rasa?

Andaikan saja ... Semua itu bisa terjadi..

Bukankah kini aku telah bahagia?

Bersama suami dan anak anak dengan keadaan kami sekarang, sudah menumbuhkan rasa bahagia dan rasa syukur yang banyak.

Tetapi rasa sakit ini tetap saja ada. Barangkali dia berkurang, tetapi tidak pergi meninggalkan.

Yaa Rabb ... Aku ingin hidupku normal. Tapi Engkau beri kenyataan seperti ini. Ampunilah aku  atas ketidakpahaman ku. Aku ridho dengan semua ketetapanmu.

Solok, 3 Mei 2024
24 Syawal 1445

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aim Senang Bersedekah

*Fiksi Hari ini ibu demam. Tubuhnya panas tapi menggigil kedinginan. Di luar mulai terang. Titi dan Titan menggaruk-garuk dinding rumahnya. Begitu cara mereka memanggil tuannya.  "Ata.. " Panggil ibu lemas.  "Ya Bu!" Sahut Ata setengah berteriak. Tangannya masih sibuk mengaduk kasar nasi goreng di atas api kompor. Ata memang belum mahir memasak. Tapi untuk keadaan darurat masakannya tetap ditunggu adik-adik.  Ata mematikan api kompor dan berlari ke kamar ibu.  "Ta, itu Titi sama Titan mungkin sudah lapar." "Ya Bu, biar Ata minta bantu Maira dan Aim. Nasi gorengnya belum selesai." Setelah melihat anggukan ibu, Ata segera memanggil Maira dan Aim.  "Ata, tunggu sebentar." Ucap ibu, ia berusaha bangun dan mengambil sesuatu dari bawah bantal. "Nanti setelah memasak, tolong antar amplop ini ke Pak Firdaus di mushala." Ata mengangguk mengerti. Setiap hari Jum'at memang ibu biasa menitipkan banyak amplop untuk anak yatim ke Pak Fi...

Suatu Malam Bersama Cu Wit

Beliau adalah tantenya suami saya. Adik perempuan mendiang ayah mertua yang paling kecil. Makanya ada embel-embel Uncu di depan nama beliau. Awal kami menikah, saya pernah jumpa Cu Wit beberapa kali. Interaksi kami hanya sekedarnya. Karena saya masih canggung menjadi menantu baru. Keluarga suami saya sangat banyak. Membuat saya sering bingung dan sulit mengingat nama nama dan wajah semua keluarga. Tapi ada satu hal yang khas di tengah kesulitan itu. Wajah mereka mirip-mirip, yang lelaki tampan-tampan dan yang perempuan cantik-cantik. Umumnya kehidupan mereka juga mapan dan berkecukupan. Saya gadis kampung yang pemalu, hanya bisa tersenyum saat berjumpa mereka. Tidak ada banyak kata yang bisa terucap. Sebab saya juga bingung, topik apa yang enak untuk dibahas. Suatu saat Fathan, anak pertama kami sakit. Waktu itu dia masih bayi, usia 11 bulan. Fathan demam tinggi, batuk dan sesak nafas. Semula kami bawa Fathan ke M. Natsir dan rawat inap di sana selama 3 hari. Tapi belum ada angsur...

Duhai Tuan

Duhai Tuan yang Budiman  Barangkali anda bisa lupa dengan saya Atau sekedar pura pura  Tapi saya tidak akan pernah lupa  Akan Tata Krama dan perilaku anda Duhai Tuan,  Saya lebih Sudi berpulang kepada-Nya Dari pada menyingkap tabir saya  Atas anda Bukan karena saya benci Maaf telah saya beri Tetapi bekas perihnya tak akan pergi  Solok, 3 September 2024 Catatan Ternyata masih ada dokter yang rasis saat ini. Ketika pasien terlihat wajah dia sangat ramah. Ketika pasien  tertutup wajahnya dia kembali ke setelan pabrik. Sangat pelit ilmu dan arogan. Padahal orangnya sama (pasien). Tapi diskriminasi tetap berlaku. Kesembuhan datangnya dari Allah. Bukan dari manusia. Tak satu jalan ke Roma. Tak satu pula orang pintar di negeri ini. Terimakasih untuk pelajaran berharga ini. Alhamdulillah saya berhasil melampauinya❤️🖋️