Langsung ke konten utama

Guruku Semoga Allah Merahmatimu

Kemarin, tanpa sengaja saya berjumpa dengan salah satu guru saya. Beberapa tahun lalu saya pernah belajar Tahsin dengan beliau. Bagi saya pelajaran ini sangat berkesan. Serasa menemukan oase di padang pasir. Saya yang memang kesana kemari ingin belajar, namun tak kunjung dapat. Entah gurunya, waktunya, kesempatannya. Sekarang dapat. 

Tak saya sia-sia kan kesempatan itu. Ikut beliau kurang lebih dua tahun. Sekali sepekan belajar bersama ibu ibu pensiunan terasa penuh semangat. Usia mereka memang sudah waktunya istirahat. Tetapi ketekunan menimba ilmu sungguh luar biasa. 
Bersama beliau saya belajar cara praktis baca Al Qur'an sesuai dengan kaidah. Metodek khas untuk ibu ibu pensiunan. Targetnya, bisa membaca AlQur'an dengan benar. Seperti Rasulullah membacanya. Tanpa harus bingung dengan teori ilmu tajwid. Karena sudah lanjut usia. Sesuai sekali  dengan saya. Saya langsung sakit kepala jika sudah berhadapan dengan teori panjang lebar ilmu tajwid. 
Di setiap pertemuan, guru saya  memberikan selembar catatan berisi teori ilmu tajwid dari praktek kami di hari itu. 

Satu tahun berlalu, salah seorang ibu teman satu kelas telah mampu membaca Al Qur'an dengan benar dan merdu. Saya tahu bagaimana berantakannya bacaan beliau saat awal kami belajar. 

Melihat progres beliau, saya semakin terpacu untuk belajar. Meski tersendat sendat dan banyak halangan, saya berusaha untuk tetap lanjut belajar. Hingga di titik saya memang benar benar tidak dapat hadir lagi, sama sekali. Saya berhenti. 

Namun, saya yakin di setiap huruf yang saya baca dari Al Qur'an, insyaallah mengalir juga pahala untuk beliau. Di setiap panjang harakat yang saya baca, saya tidak bisa melupakan jari jari beliau yang bergetar, ketika mengajari kami menghitungnya.
 
Semoga Allah merahmati beliau, menjaga beliau selalu dalam kebaikan dan taufiq dariNya. 

Pelajaran yang sudah beliau berikan kepada saya menjadi pondasi yang kuat dan sangat berharga, untuk saya melanjutkan pelajaran kepada guru guru berikutnya. 

Terkadang ada rasa miris yang timbul, ketika segelintir orang yang merendahkan, meremehkan beliau. Seolah ilmu yang beliau bagikan itu kesalahan. Bahwa beliau banyak kekurangan. Tidak sehebat ustadz ustadzah Fulan Fulanah. 

Hmm... Sejak lama saya ingin katakan ini. Kalian yang bicara begitu, mungkin hanya beberapa kali hadir di kelas beliau. Mungkin juga baru kenal dengan beliau. Atau mungkin memang sudah lebih mahir dari beliau. Yaa wajar kalau tidak cocok belajar dengan beliau. Silahkan cari guru lain tanpa menjatuhkan yang lainnya. 

Alhamdulillah, saya ini dari umum. Tidak sekolah agama. Tidak mengerti ilmu tajwid sama sekali. Saya sangat terbantu dengan pelajaran dari beliau. Setiap orang pasti punya kesalahan dan kekurangan. Termasuk juga kamu dan saya. 

Toh setiap guru pasti punya kekurangan dan kelebihan masing masing. Beda guru, beda bagian yang bisa digali lebih dalam. Intinya jangan sombonglah... Gitu aja. Karena kesombongan adalah musuh berbahaya. 

Ada beberapa guru lainnya yang juga berkesan buat saya. Seperti guru kelas  satu SD, saat saya belajar membaca. Beliau sabar menempel nempelkan kartu baca di papan tulis kelas. Di zaman itu hanya beberapa siswa yang sudah bisa baca sebelum SD. 

Ada guru Bahasa Inggris saat kelas satu SMK, belajar dengan beliau terlalu asyik, hingga tak terasa sudah berjam jam habis. Hingga akhir jam pelajaran saya tetap semangat menyelesaikan soal latihan. Beberapa tahun lalu saya bertemu beliau di rumah kakak saya.

"Yeyen!" Sapa beliau saat melihat saya. 
"Iya Bu," Saya tersenyum mekar. 
"Loh, kok Ibu ingat, ya?" Beliau bingung sendiri. "Oh dulu kamu nakal mungkin. Jadi Ibu ingat!" 😂🙃

Ada lagi guru Mengetik Cepat waktu kelas satu SMK. Beliau sudah sepuh. Di tahun itu terakhir mengajar sebelum pensiun. 
Kakak kelas mengingatkan saya.

 "Kalau belajar dengan beliau enak. Bisa terserah kita. Mau lihat atau tidak lihat mesin tik. Bebas aja (Karena guru lain akan sangat ketat mengawasi siswa). Tapi kalau kamu ingin pandai mengetik sepuluh jari. Jangan lihat (keyboard)." 

Alhamdulillah saya berhasil selesai kelas  mengetik tanpa melihat sama sekali. 

Semoga Allah membalas amal kebaikan guru guruku semuanya, Aamiin. 

Ummu Fat_han Yeyen
Solok, 12 Sya'ban 1444H
4 Maret 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aim Senang Bersedekah

*Fiksi Hari ini ibu demam. Tubuhnya panas tapi menggigil kedinginan. Di luar mulai terang. Titi dan Titan menggaruk-garuk dinding rumahnya. Begitu cara mereka memanggil tuannya.  "Ata.. " Panggil ibu lemas.  "Ya Bu!" Sahut Ata setengah berteriak. Tangannya masih sibuk mengaduk kasar nasi goreng di atas api kompor. Ata memang belum mahir memasak. Tapi untuk keadaan darurat masakannya tetap ditunggu adik-adik.  Ata mematikan api kompor dan berlari ke kamar ibu.  "Ta, itu Titi sama Titan mungkin sudah lapar." "Ya Bu, biar Ata minta bantu Maira dan Aim. Nasi gorengnya belum selesai." Setelah melihat anggukan ibu, Ata segera memanggil Maira dan Aim.  "Ata, tunggu sebentar." Ucap ibu, ia berusaha bangun dan mengambil sesuatu dari bawah bantal. "Nanti setelah memasak, tolong antar amplop ini ke Pak Firdaus di mushala." Ata mengangguk mengerti. Setiap hari Jum'at memang ibu biasa menitipkan banyak amplop untuk anak yatim ke Pak Fi...

Suatu Malam Bersama Cu Wit

Beliau adalah tantenya suami saya. Adik perempuan mendiang ayah mertua yang paling kecil. Makanya ada embel-embel Uncu di depan nama beliau. Awal kami menikah, saya pernah jumpa Cu Wit beberapa kali. Interaksi kami hanya sekedarnya. Karena saya masih canggung menjadi menantu baru. Keluarga suami saya sangat banyak. Membuat saya sering bingung dan sulit mengingat nama nama dan wajah semua keluarga. Tapi ada satu hal yang khas di tengah kesulitan itu. Wajah mereka mirip-mirip, yang lelaki tampan-tampan dan yang perempuan cantik-cantik. Umumnya kehidupan mereka juga mapan dan berkecukupan. Saya gadis kampung yang pemalu, hanya bisa tersenyum saat berjumpa mereka. Tidak ada banyak kata yang bisa terucap. Sebab saya juga bingung, topik apa yang enak untuk dibahas. Suatu saat Fathan, anak pertama kami sakit. Waktu itu dia masih bayi, usia 11 bulan. Fathan demam tinggi, batuk dan sesak nafas. Semula kami bawa Fathan ke M. Natsir dan rawat inap di sana selama 3 hari. Tapi belum ada angsur...

Resensi Buku 61 Kisah Pengantar Tidur [IMRC 2015]

Meluruskan Persepsi Melalui Kisah Shahih Judul : 61 Kisah Pengantar Tidur diriwayatkan secara kasih shahih dari Rasulullah dan para sahabat Penulis : Muhammad bin Hamid Abdul Wahab Penerjemah : Munawwarah Hannan Penerbit : Darul Haq Tebal : 181 halaman Buku ini hadir sebagai wujud keprihatinan penulis dan penerbitnya dengan merebaknya hikayat dan kisah fiksi yang berbau syirik dan tahayul di tengah masyarakat. Baik dari media cetak maupun media elektronik. Kisah-kisah yang disuguhkan dalam buku ini bersumber dari Rasulullah salallahu’alaihi wassalam dan para sahabatnya. Yang tertuang dalam hadits shahih. Meliputi kisah para nabi, sahabat Rasulullah dan umat-umat terdahulu. Kisah-kisah di dalam buku ini sangat berbobot. Disampaikan dengan bahasa yang menarik. Dengan arti kata, tidak kaku dan tidak membosankan. Penulisnya juga terlihat lihai merangkum hadits yang satu dengan yang lainnya. Sehingga tidak jarang pembaca akan menemukan tokoh-tokoh dalam cerita berbicara d...