Langsung ke konten utama

Riview Buku Positive Parenting

Judul     : Positive Parenting
Penulis   : Mohammad Fauzil Adhim
Jml Hal : 280 hlm
Penerbit: Pro- U Media

Bismillah,
Menggabungkan ilmu kejiwaan anak dengan bingkai keilmuan syari’at Islam serta dipadukan dengan pengalaman penulis, menjadi kekhasan tersendiri dalam tulisan-tulisan Mohammad Fauzil Adhim. Termasuk dengan tulisan beliau dalam buku ini.

Adapun isi buku ini dibagi penulis dalam dua tema. Pertama, hal-hal mendasar yang harus dipahami orang tua dalam pengasuhan anak yang dilabeli dengan positive parenting. Kedua, bentuk-bentuk penerapan positive parenting itu sendiri dalam pengasuhan anak.

Saat membaca buku ini anda akan menemukan ada banyak hal berharga, energi positive (tentunya), dan sugesti yang kuat untuk segera memperbaiki pola asuh anda terhadap anak-anak anda. Karena gaya penulisan penulis lebih cenderung seperti ngobrol santai. Hal ini akan membuat kita betah berlama-lama membaca buku ini. Kalau bisa beres sekarang juga. Biasanya ini penyakit berjama’ah kalau sedang membaca novel, ya!

Ada satu hal yang menonjol dari sebagian besar tulisan dalam buku ini. Penulis acap kali menekankan bahwa televisi adalah musuh besar yang harus disingkirkan dalam proses pengasuhan. Penulis mengungkapkan hal tersebut dengan berbagai bentuk ungkapan yang terkadang membuat saya cengar cengir, angguk-angguk. Daaan... setelah menyelesaikan membaca buku ini saya dan suami memutus siaran TV komersil 100%!!!

Saya sangat menyukai buku ini dan menurut saya buku ini layak dijadikan whishes list buat anda para orang tua yang sedang berusaha menata diri menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak kita. Mereka terus saja bertumbuh dan kita pun semakin menua.

Untuk harga, barangkali dibandro kisaran Rp 45.000,- an di toko-toko buku.

Semoga bermanfaat.

Yeyen Syafrina
Solok, 31 Agustus 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aim Senang Bersedekah

*Fiksi Hari ini ibu demam. Tubuhnya panas tapi menggigil kedinginan. Di luar mulai terang. Titi dan Titan menggaruk-garuk dinding rumahnya. Begitu cara mereka memanggil tuannya.  "Ata.. " Panggil ibu lemas.  "Ya Bu!" Sahut Ata setengah berteriak. Tangannya masih sibuk mengaduk kasar nasi goreng di atas api kompor. Ata memang belum mahir memasak. Tapi untuk keadaan darurat masakannya tetap ditunggu adik-adik.  Ata mematikan api kompor dan berlari ke kamar ibu.  "Ta, itu Titi sama Titan mungkin sudah lapar." "Ya Bu, biar Ata minta bantu Maira dan Aim. Nasi gorengnya belum selesai." Setelah melihat anggukan ibu, Ata segera memanggil Maira dan Aim.  "Ata, tunggu sebentar." Ucap ibu, ia berusaha bangun dan mengambil sesuatu dari bawah bantal. "Nanti setelah memasak, tolong antar amplop ini ke Pak Firdaus di mushala." Ata mengangguk mengerti. Setiap hari Jum'at memang ibu biasa menitipkan banyak amplop untuk anak yatim ke Pak Fi...

Suatu Malam Bersama Cu Wit

Beliau adalah tantenya suami saya. Adik perempuan mendiang ayah mertua yang paling kecil. Makanya ada embel-embel Uncu di depan nama beliau. Awal kami menikah, saya pernah jumpa Cu Wit beberapa kali. Interaksi kami hanya sekedarnya. Karena saya masih canggung menjadi menantu baru. Keluarga suami saya sangat banyak. Membuat saya sering bingung dan sulit mengingat nama nama dan wajah semua keluarga. Tapi ada satu hal yang khas di tengah kesulitan itu. Wajah mereka mirip-mirip, yang lelaki tampan-tampan dan yang perempuan cantik-cantik. Umumnya kehidupan mereka juga mapan dan berkecukupan. Saya gadis kampung yang pemalu, hanya bisa tersenyum saat berjumpa mereka. Tidak ada banyak kata yang bisa terucap. Sebab saya juga bingung, topik apa yang enak untuk dibahas. Suatu saat Fathan, anak pertama kami sakit. Waktu itu dia masih bayi, usia 11 bulan. Fathan demam tinggi, batuk dan sesak nafas. Semula kami bawa Fathan ke M. Natsir dan rawat inap di sana selama 3 hari. Tapi belum ada angsur...

Duhai Tuan

Duhai Tuan yang Budiman  Barangkali anda bisa lupa dengan saya Atau sekedar pura pura  Tapi saya tidak akan pernah lupa  Akan Tata Krama dan perilaku anda Duhai Tuan,  Saya lebih Sudi berpulang kepada-Nya Dari pada menyingkap tabir saya  Atas anda Bukan karena saya benci Maaf telah saya beri Tetapi bekas perihnya tak akan pergi  Solok, 3 September 2024 Catatan Ternyata masih ada dokter yang rasis saat ini. Ketika pasien terlihat wajah dia sangat ramah. Ketika pasien  tertutup wajahnya dia kembali ke setelan pabrik. Sangat pelit ilmu dan arogan. Padahal orangnya sama (pasien). Tapi diskriminasi tetap berlaku. Kesembuhan datangnya dari Allah. Bukan dari manusia. Tak satu jalan ke Roma. Tak satu pula orang pintar di negeri ini. Terimakasih untuk pelajaran berharga ini. Alhamdulillah saya berhasil melampauinya❤️🖋️